Selasa, 23 April 2013

Tugas Softskill: Hukum Perjanjian

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum  antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan. 

A. Azas Hukum Perjanjian

Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
  • Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian. 
  • Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas  dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 
 

B. Syarat Sahnya Perjanjian

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat, yaitu:
  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
  3. Suatu hal tertentu.
  4. Suatu sebab yang halal.
Demikian menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objeknya dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Dengan 'sepakat' atau juga 'perizinan' dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lain.

Orang yang membuat suatu perjanjian harus 'cakap' menurut hukum. Pada azasnya, setiap "orang yang sudah dewasa" dan "sehat pikirannya" adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian:
  1. Orang-orang yang belum dewasa.
  2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan.
  3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

C. Bentuk Perjanjian

Perjanjian dapat berbentuk:
  • Lisan
  • Tulisan, dibagi 2, yaitu:
         -Di bawah tangan/onderhands
         -Otentik

D. Struktur Perjanjian

Struktur atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari:
  1. Judul/Kepala
  2. Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai para pihak atau atas permintaan siapa perjanjian itu dibuat.
  3. Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai maksud dari para pihak atau yang lazim dinamakan “premisse”.
  4. Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
  5. Penutup dari Perjanjian.

Sumber
  1. Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang Undang Hukum Perdata,  Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
  2. Subekti, R, Prof, S.H., Hukum Perjanjian, Cetakan ke-VIII, PT Intermasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar