Selasa, 23 Desember 2014

Cerpen Etika Profesi

Hujan turun deras kala itu di sebuah lapangan di suatu tempat. Di lapangan tersebut yang penuh rumput dan tanah merah yang becek disana sini itu tampaklah seorang pemuda yang sedang mondar-mandir kesana kemari dengan bola bergelinding di kaki yang silih berganti, dari kaki kanan ke kaki kiri kemudian bolanya berpindah ke kaki kanannya kembali dan begitulah seterusnya. Bola tersebut melewati cone-cone yang sudah diletakkan oleh pemuda tersebut dengan jarak sekiranya 30cm hingga 60cm akan tetapi tidan ukuran pasti karena tentu saja pemuda tersebut menaruh  cone-cone tersebut dengan asal dan hanya menggunakan perasaan sekenanya saja. Sutrisno pun merasa heran apa yang dilakukan pemuda tersebut. Di dalam hatinya sutrisno bergumam "apa yang dilakukan orang bodoh itu di lapangan yang terbuka seperti ini? Tidakkah dirinya takut akan tersambar petir?" Kemudian sutrisno menghampiri pemuda tersebut dengan lari-lari kecil akan tetapi dia menghampirinya hanya sampai pohon besar yang tinggi besar yang mungkin sudah berusia ribuan tahun. Sutrisno berpikir "mungkin jika aku menghampirinya ke lapangan tersebut, resiko tersambar petir bisa bertambah 1 juta kali lipat yaa? baiklah aku akan meneriakinya dari tempat ini saja, lagipula aku hanya menegurnya saja tentang apa yang dilakukannya di lapangan dan pada saat hujan deras ini." Kemudian Sutrisno menyadari pemuda yang sedang bergelut dengan bola di lapangan tersebut adalah temannya yang sudah sejak kecil dia kenal, akan tetapi pertemanan tersebut tidak pernah ada kisah persahabatan, yang ada hanya kisah pertikaian mendarah daging. Pemuda dengan bola tersebut bernama Sutrisno juga, Sutrisno yang satu ini merupakan pemuda hebat. Bagaimana tidak, sejak dirinya kelas 1 SD hingga lulus SMA dirinya amat sangat jenius karena dirinya selalu berada di rangking kelas dengan urutan rangking 7, ini bukanlah kebetulan akan tetapi orang ini selalu rangking 7 karena dirinya telah memperhitungkan nilai agar dirinya tepat di rangking 7. Oleh karenanya, Sutrisno yang sedang dibawah pohon merasa kesal sekali dengan Sutrisno yang bermain bola tersebut, bahkan nilai akhir ujian nasionalnya pun dibuat menjadi 7.00 semua. Sementara, Sutrisno di bawah pohon nilainya kecil, bahkan dirinya sudah mati-matian belajar namun nilainya tetap tidak jauh dari 4, 5, dan 6 apalagi orang-orang mengetahui ada 2 orang Sutrisno di sekolah yang sama selama 12 tahun, universitas yang sama selama 4 tahun, di kota yang sama dan negara yang sama dengan sifat yang berbeda, ibarat Sutrisno yang sedang berkutat dengan bola adalah Sutrisno Plus yang satunya bahkan namanya pun diganti oleh orang-orang dengan sebutan Sutrisno KW bahkan lebih dikenal dengan sebutan KW, sungguh menyedihkan. Karena rasa kesalnya, Sutrisno pun meninggalkan lapangan itu dan berharap Sutrisno yang di lapangan itu tersambar petir. Di perjalanannya tersebut menuju rumah bordir (rumah untuk membordir bahan pakaian atau bahan kain) Sutrisno KW pun berpikir "Kira-kira kenapa ya si jenius pesakitan tersebut melakukan latihan sebegitu gilanya di tengah lapangan saat hujan turun deras dengan petir disana sini?" lalu Sutrisno KW pun teringat dengan kondisi tim sepakbola universitas mereka yang kian terpuruk dari tahun ke tahun. Sutrisno KW dan Sutrisno jenius keduanya juga anggota tim sepakbola universitas mereka berkuliah, tim tersebut cukup terkenal di perioda tahun 80an bahkan sempat juara antar mahasiswa seprovinsi kala itu dimana tim tersebut dihuni oleh ayah mereka yang terkenal bersahabat amat sangat akrab dan tak terpisahkan, namun nama mereka tidak sama seperti Sutrisno. Tim tersebut kini sedang berada dalam krisis bahkan mahasiswapun kurang berminat dengan tim sepak bola ini, timnya sendiri hanya berisi 15 orang. Selain itu pihak universitas sudah mulai menghentikan pendanaan untuk tim tersebut, karena sebelomnya pernah ada kasus penyelewangan dana yg dilakukan beberapa oknum dari bagian tim tersebut, sehingga mencoreng citra organisasi tim tersebut dan kiprah tim itu sendiri. Kini duo Sutrisno sudah berada di tingkat akhir, dan turnamen antar provinsi sebentar lagi akan segera dilaksanakan. "Hmm.. mungkin ini saat terakhir buat tim ini, dan ini mungkin kesempatan terakhir untuk menyelamatkan keberadaan tim yang juga salah satu kebanggan dari kisah masa muda ayah." gumam Sutrisno dalam hati "Tidak kusangka dalam keadaan tim porak poranda, amburadul, dan tanpa arah ini, si Jenius Pesakitan tersebut masih peduli terhadap tim, sebagai sesama pemain di tim, aku turut bangga padamu, kau sungguh sungguh memiliki ETIKA PROFESI dalam menjalankan profesimu." lanjut gumamnya. "Sial!? kenapa aku kagum padanya yaa? ya sudahlaah lebih baik aku menghampirinya saja dan berlatih bersama untuk tim yang lebih baik, tahun ini pasti juara! YEAAAAH!" teriak Sutrisno sambil berlari menuju rekan setimnya tersebut di lapangan dan berlatih bersama.

Keesokan harinya duo Sutrisno tersebut terkulai lemas di sebuah rumah sakit karena keduanya dikabarkan tersambar petir, beruntung nyawa mereka dapat terselamatkan. Turnamen sepak bola yang ingin mereka ikuti pun terlewatkan begitu saja karena mereka berdua cedera parah, tim mereka pun kekurangan pemain sehingga tidak lulus aturan karena pemainnya hanya 13 orang sedangkan batasnya hanya 15 orang saja minimal. Namun kisah ini luar biasa karena setelahnya Duo Sutrisno ini bersahabat baik seperti ayah mereka hanya karena salah satu dari Sutrisno tersebut menjunjung tinggi ETIKA PROFESI.

SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar